Pertanyaan
:
Pada
kasus perdata setelah putusan hakim telah inkracht, berapa lama jangka waktu
pelaksanaan putusan itu dieksekusi secara sukarela? Dan ketentuan hukumnya ada
di mana?
Jawaban
:
Mengutip
artikel Kapan Putusan Pengadilan Dinyatakan Berkekuatan Hukum Tetap?, putusan perdata memiliki
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) adalah putusan pengadilan
tingkat pertama yang tidak diajukan banding, putusan banding yang tidak
diajukan kasasi, dan putusan kasasi.
Mengenai
pelaksanaan putusan perdata, hal ini diatur dalam Reglemen Indonesia yang Diperbaharui ("HIR")
Bab Kesembilan Bagian Kelima tentang Menjalankan Keputusan Pasal 195 s.d. Pasal
224.
Pada
prinsipnya, dalam perkara perdata pelaksanaan putusan pengadilan dilakukan oleh
pihak yang dikalahkan. Akan tetapi, terkadang pihak yang kalah tidak mau
menjalankan putusan secara sukarela. Di dalam peraturan perundang-undangan
tidak diatur jangka waktu jika putusan akan dilaksanakan secara sukarela oleh
pihak yang kalah. Pihak yang menang dapat meminta bantuan pihak pengadilan
untuk memaksakan eksekusi putusan berdasarkan Pasal 196 HIR:
“Jika
pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi isi keputusan itu
dengan damai, maka pihak yang menang memasukkan permintaan, baik dengan lisan,
maupun dengan surat, kepada ketua, pengadilan negeri yang tersebut pada ayat
pertama pasal 195, buat menjalankan keputusan itu Ketua menyuruh memanggil
pihak yang dikalahkan itu serta memperingatkan, supaya ia memenuhi keputusan
itu di dalam tempo yang ditentukan oleh ketua, yang selama-lamanya delapan
hari.”
Jika
setelah jangka waktu yang telah ditetapkan, putusan masih juga tidak
dilaksanakan, maka Ketua Pengadilan memerintahkan agar disita barang-barang
milik pihak yang kalah sampai dirasa cukup akan pengganti jumlah uang yang tersebut
di dalam keputusan itu dan ditambah pula dengan semua biaya untuk menjalankan
keputusan itu (Pasal 197 HIR).
M.
Yahya Harahap dalam buku Ruang
Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata (hal.11) menulis, pada
prinsipnya eksekusi sebagai tindakan paksa menjalankan putusan pengadilan yang
telah berkekuatan hukum tetap baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang
kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi isi putusan secara sukarela. Jika
pihak yang kalah bersedia menaati dan memenuhi putusan secara sukarela,
tindakan eksekusi harus disingkirkan. Oleh karena itu, harus dibedakan antara
menjalankan putusan secara sukarela dan menjalankan putusan secara eksekusi.
Masih
menurut Yahya Harahap (hal. 12), akibat dari keadaan tidak ada kepastian jika putusan
dilaksanakan secara sukarela, sering dijumpai berbagai praktik pemenuhan
putusan secara sukarela berbeda antara satu pengadilan dengan pengadilan yang
lain. Ada pengadilan yang tidak mau campur tangan atas pemenuhan secara
sukarela, ada pula pengadilan yang aktif ambil bagian menyelesaikan pemenuhan
putusan secara sukarela. Walaupun dilakukan secara sukarela, Ketua Pengadilan
Negeri melalui juru sita seharusnya:
·
membuat berita acara pemenuhan putusan
secara sukarela;
·
disaksikan oleh dua orang saksi;
·
pembuatan berita acara dan kesaksian
dilakukan di tempat pemenuhan putusan dilakukan; dan
·
berita acara ditandatangani oleh juru sita,
para saksi, dan para pihak (penggugat dan tergugat)
Yahya
Harahap juga berpendapat, campur tangan pengadilan dalam pemenuhan putusan
pengadilan secara sukarela dimaksudkan agar terhindar dari ketidakpastian
penegakan hukum.
Jadi,
jangka waktu pelaksanaan putusan secara sukarela oleh pihak yang dikalahkan
tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan. Jika putusan tidak
dilaksanakan, pihak yang menang dapat memaksakan pelaksanaan eksekusi dengan
mengajukan permohonan kepada Ketua Pengadilan.
Demikian
jawaban dari kami.
Atas kesalahan dan kekurangannya, kami mohon maaf
Semoga bermanfaat
Atas kesalahan dan kekurangannya, kami mohon maaf
Semoga bermanfaat
Wassalam
Admin
Thanks for reading & sharing PROTEK KONSUMEN
0 komentar:
Posting Komentar